Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

cangkeman.netAvatar border
TS
cangkeman.net
Sekarang Jualan Lagi Sepi, Enggak Kaya Dulu Lagi


Cangkeman.net - "Sekarang jualan lagi sepi, enggak kaya dulu lagi."

Pernyataan seperti di atas seringkali kita dengar dari penjual khususnya di level UMKM, kenapa ya?

Sebenarnya sedari kecil, aku sudah mendengar kata-kata itu, antara tahun 99-2000an kalo nggak salah. Waktu itu ekonomi memang masih terseok lesu, aku mencoba untuk memahami kondisi waktu itu, tapi kok ya udah 20 tahun berselang dan melewati naik turun kondisi perekonomian, kayaknya tiap aku tanya ke beberapa Warteg milik saudaraku, jawabannya masih sama. Kok ngeluhnya nggak berkesudahan?

Sebagai bahan penelitian kecil-kecilan, aku mengerucutkan sampling ke para pejual makanan saja, khususnya Warteg. Selain gampang diajak ngobrol, banyak Warteg di Ibukota ini yang pemiliknya saudaraku sendiri, jadi ya bisa sambil silatuahmi juga, kan.

Oke, sebenarnya riset ini sudah berjalan tanpa sengaja dari aku duduk di bangku sekolah. Aku hampir selalu menanyakan hal yang sama ke pemilik Warteg yang aku kunjungi.

"Jualan sekarang gimana? Lancar?"

Dan jawabannya senada, seperti kalimat pertama di artikel ini. Dulu aku nggak begitu memperhatikan perihal jawaban itu, toh mungkin aja memang lagi sepi. Tapi lama-lama kok dengan pertanyaan yang sama di waktu dan tempat yang berbeda jawabannya tetap sama, hmm ada yang gak beres nih.

Faktor Pertama, memang sepi.
Mungkin betul sih, tapi apa iya selama belasan tahun berdagang, hasilnya selalu sepi pembeli? Toh kebanyakan dari mereka beli kendaraan baru tiap tahun, rehab rumah tiap bulan Ramadan dan hal-hal lain yang bikin aku bertanya dalam hati.

"Katanya dagang lagi sepi, nggak kaya dulu lagi?"

Di depanku, mereka seakan menampilkan lagi butuh dibantu, di belakangku kok ya lebih hedon dariku sendiri? Jawabannya mungkin kita bisa lanjut baca ke faktor selanjutnya.

Faktor Kedua, menarik Empati.
Ini ngeselin sih, buat apa coba? Supaya dapat pinjaman usaha? Atau ingin dibantu agar usahanya makin laris dengan merekomendasikan ke orang lain? Atau ingin agar diborong dagangannya? Ah kok jadi suudzon.

Walaupun tidak semua, tapi teknik dagang dengan menarik empati ini cukup banyak dilakukan orang-orang. Termasuk yang aku sering temui dan ajak ngobrol. Kalo kamu punya uang lebih, beli aja. Tapi kalo mereka ngaku dagangannya sepi mulu tiap ditanya, nah itu antara memang dia nggak punya pilihan lain atau memang kerjanya ngeluh. Soal Ngeluh ini kayaknya pantas masuk ke faktor selanjutnya ya.

Faktur Ketiga, ngeluh akut.
Jujur deh, kalo kalian mau coba sendiri, silakan mampir ke beberapa pedagang, utamanya makanan. Ajak mereka ngobrol, kalo bisa akrabi. Dan kalian akan menerima banyak keluhan dari mereka. Apa aja bisa jadi keluhan, meskipun bisnis mereka lagi baik-baik saja pun mereka pasti mengeluh. Soal harga cabai misal, atau pembeli yang makin selektif, karyawan kurang terampil, keuangan seret, omzet menurun, bahkan soal anak-anak mereka yang jajannya banyak, biaya sekolah, dan bahkan kalau yang aku sebutkan tadi sudah nggak bisa dikeluhkan lagi, mereka akan mengeluhkan soal pemerintah, bahkan negara.

"Tapi ada kan ya buat nabung dikit-dikit?"
Tanyaku.

"Ya kalo dibilang ada sih ada, tapi kan kurang, buat ini buat itu, apalagi zaman lagi susah gini." 
Yah dia ngeluh lagi kan.

Faktor Keempat, takut Dihutangi.
Nah ini, kayaknya faktor utama deh. Hahaha
Tiap orang punya ketakutannya sendiri, dan takut dihutangi adalah salah satu ketakutan para pedagang pada umumnya. Bukan karena takut nggak dibayar, tapi juga kalo kebanyakan yang hutang, cashflow jadi berantakan, apalagi kalo lunasinnya menyicil, hadeuh gak banget deh. 

Dari beberapa faktor tadi, aku coba melihat kembali ke dalam diri, sebenarnya kenapa sih mereka selalu mengeluh tiap bertemu denganku. Oh mungkin mereka butuh teman curhat, dan mereka memandangku enak buat diajak curhat. Padahal aku ini kalo diajak curhat cuma bales

"hemm, ohh gitu, oalahh, eh masa sih, ohh iyaya."

Kalo cuma nerima curhatan, sok mendengarkan sambil angguk-angguk mah orang lain juga bisa, kan?

Next, mungkin mereka melihat aku ini sumber harapan yang bisa membantu, dinilai punya koneksi, privillage, dan uang yang cukup tentunya, jadi di depanku ya mereka pasti cerita soal adu nasibnya, menarik empati sebisa mungkin, demi setu tujuan. Agar dibantu. Aku cukup dilematis, di satu sisi ketika mereka memandangku seperti itu, mungkin aku jadi secercah cahaya di masa suram mereka, aku nggak bisa cuma angguk-angguk doang, tapi di sisi lain, percayalah aku nggak seperti yang mereka bayangkan. Di beberapa kasus, mereka lebih "wealth" dariku sendiri yang mereka pandang berkecukupan.

Nah renunganku selanjutnya, soal faktor keempat yang mereka takut dihutangi, itu datang dari mana?

Tulisan ini ditulis oleh Zen di Cangkeman pada tanggal 26 April 2022.
azhuramasda
black.robo
emineminna
emineminna dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.6K
12
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan