Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

netral.newsAvatar border
TS
netral.news
Ribuan Alumni ITB Desak KASN Sanksi Copot Din Syamsuddin dari Dosen UIN

Alumni ITB yang mengatasnamakan dirinya Gerakan Anti Radikalisme (GAR) ITB kembali mendesak Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk memproses pelaporan dan mengambil tindakan atas dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku atas Prof. Din Syamsudin.

Desakan tersebut disampaikan melalui surat terbuka nomor 10/Srt/GAR-ITB/I/2021 dan diteken 1.977 orang alumni ITB lintas angkatan dan jurusan. Serta didukung komunitas alumni universitas lain seperti KamIPB, Gerakan Alumni Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Bersatu, Tim Bersih-Bersih Kampus Universitas Indonesia, Alumni Jawa Barat Peduli Pancasila dan Alumni BelUSUkan.

"Surat tersebut sekaligus untuk mengingatkan jajaran Kemenpan RB (dalam hal ini KASN) untuk segera menindaklanjuti pelanggaran disiplin dalam tubuh ASN, sejalan dengan semangat terbitnya SE Kemenpan RB tentang penindakan bagi pelanggaran disiplin ASN," ujar Juru Bicara GAR ITB Shinta Madesari saat dikonfirmasi detikcom, Selasa (2/2/2021)

Sekedar diketahui, Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini tercatat masih terdaftar sebagai ASN dengan jabatan dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam surat disebut, Din Syamsuddin diduga melanggar kode etik sebagai ASN mengenai hal pernyataan dan tindakan politik selama kurang lebih dua tahun ke belakang dan dianggap telah merugikan pemerintah. Ada 9 pasal dan satu kewajiban yang dicatat GAR ITB telah dilanggar Din Syamsudin.

"Oleh karenanya sesuai dengan ketentuan Pasal 10 dari Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, maka tingkatan hukuman disiplin PNS yang paling tepat untuk dijatuhkan kepada Terlapor (Din Syamsuddin) dapat dijatuhkan sanksi atas pelanggaran disiplin adalah hukuman disiplin berat, karena pikiran ideologi radikalnya bisa merusak mahasiswa nya," sambungnya.

Dia menjelaskan, jenis hukuman disiplin berat meliputi penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan jabatan, kemudian pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

"Dalam konteks ini GAR ITB mendesak KASN agar segera dapat memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN yang dilakukan oleh Terlapor, tanpa perlu menunggu keputusan Tim Satuan Tugas Penanganan Radikalisme ASN terhadap pelanggaran tambahan dalam aspek tindak radikalismenya," imbuhnya.

GAR Alumni ITB, diketahui telah mempersoalkan Din Syamsuddin sudah sejak lama. Pada tahun lalu Din Syamsuddin didesak agar dikeluarkan dari keanggotaannya sebagai Majelis Wali Amanat (MWA) ITB. Kemudian, mereka mengumpulkan sejumlah bukti pelanggaran Din dan diberikan kepada KASN pada Oktober 2020 lalu.

Sebanyak dua ribu alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tergabung dalam Gerakan Anti Radikalisme (GAR) mendesak Prof.Dr. M. Din Syamsuddin dicoret sebagai Anggota MWA ITB.

Surat terbuka itu diteken 2.065 alumni ITB lintas angkatan dan jurusan pada Selasa (25/8/2020), yang ditujukan untuk Ketua MWA ITB. Permintaan GAR ini merupakan bentuk penegasan lebih lanjut dari permintaan serupa yang telah disampaikan sebelumnya, melalui Surat GAR tertanggal 25 Juni 2020 serta melalui Siaran Pers GAR pada 16 Juli 2020 lalu.

Dalam surat terbuka tersebut ada sepuluh poin yang disampaikan berkaitan dengan permintaan penegasan Ketua MWA ITB. Beberapa poin membahas persoalan keterlibatan Prof Din sebagai pimpinan kelompok Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

Mereka menganggap hal tersebut adalah perwujudan dari sikap yang selalu menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maupun Pemerintah Republik Indonesia yang sah.

"Sedikit banyak ada pengaruhnnya mbak. Deklarasi KAMI hanya semakin menguatkan alasan kami untuk minta supaya pak Din diberhentikan dari MWA. Karena semakin terbukti bahwa sikapnya yang menentang pemerintahan NKRI," kata Juru Bicara GAR Alumni ITB Shinta Madesari saat dikonfirmasi detikcom, Selasa (26/8/2020).

Shinta mengatakan, Ketua MWA pernah menyatakan bahwa Prof Din sudah mengundurkan diri. Namun ternyata, Prof Din masih diikutsertakan dalam kegiatan MWA ITB seperti dalam kegiatan peringatan 100 tahun ITB pada 3 Juli 2020 lalu.

"Ketua MWA harus memberikan klarifikasi resmi mengenai hal ini. Jangan hanya bicara bahwa pak Din mengundurkan diri, tetapi kenyataannya beliau masih dipertahankan di MWA ITB. Pengunduran dirinya tidak pernah dibahas secara tegas di MWA dan tidak pernah ada penjelasan secara resmi status pak Din di MWA," jelasnya.

Menurutnya ribuan alumni ITB yang menandatangani surat terbuka tersebut, keberatan keberadaan Din Syamsuddin di MWA ITB. "Apalagi pak Din beberapa waktu lalu mendeklarasikan KAMI yang jelas-jelas menentang pemerintah," ujarnya.

Alumni ITB menyayangkan tindakan Din tersebut. "Padahal pak Din juga seorang PNS Aktif. Buat kami GAR ITB, tindakan beliau sangat bertentangan dengan nilai-nilai ITB. Sehingga pak Din tidak pantas menjadi anggota MWA ITB," tambahnya.


Ada 1.355 alumnus yang tercantum dalam surat tersebut. Mengatasnamakan diri Gerakan Anti Radikalisme - Alumni Institut Teknologi Bandung, mereka mengaku berasal dari berbagai jurusan di ITB dari angkatan 1957 hingga 2014.

"Para alumni menganggap Pak Din Syamsuddin melanggar statuta ITB," kata salah satu alumni, Achmad Sjarmidi ketika dikonfirmasi, Jumat, 26 Juni 2020.

Berikut tiga alasan alumni meminta Majelis Wali Amanat mencopot Din Syamsuddin:

1. Din Dianggap Terlalu Sering Mengkritik Pemerintah Padahal PNS


Achmad menuturkan statuta ITB dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2013 tentang Statuta ITB dan Peraturan MWA tentang Penetapan Tri Dharma dan Otonomi Pengelolaan ITB PTNBH.

Achmad mengatakan peraturan tersebut di antaranya menegaskan bahwa hubungan eksternal dengan pihak pemerintah, alumni, tokoh masyarakat, dan komunitas harus dikelola dengan baik dan berkesinambungan.

Menurut Achmad, permintaan pencopotan ini dilayangkan setelah mencermati pernyataan-pernyataan, sikap, serta sepak terjang Din Syamsuddin selama satu tahun terakhir. Ada sejumlah pernyataan kritikan Din, baik kepada pemerintah maupun lembaga negara lain yang disorot oleh para alumni.

Yang pertama ialah pernyataan Din pada 29 Juni 2019. Din menyebut adanya rona ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam proses pengadilan sengketa hasil pemilihan presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi.

"Pernyataan konfrontatif ini dilontarkannya pada saat yang bersangkutan sendiri belum sampai dua bulan menyandang statusnya sebagai anggota MWA ITB," demikian tertulis dalam surat.

2. Keterlibatan Din dalam Webinar Pemakzulan Presiden

Persoalan kedua adalah pernyataan Din dalam webinar Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA) dan Kolegium Jurist Institute di Youtube pada 1 Juni 2020 bertajuk Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19.

Alumni menilai, dalam paparannya, Din telah melontarkan prasangka buruk terhadap pemerintah, menuduh pemerintah Indonesia otoriter dan represif, menuduh Presiden Joko Widodo membangun sistem kediktatoran konstitusional.

Achmad mengatakan para alumni lantas menelusuri rekam jejak Din. Dari penelusuran tersebut mereka menyimpulkan Din Syamsuddin cenderung berkarakter radikal.



Din, kata Achmad, pernah menghadiri dan berpidato dalam konferensi khilafah internasional pada 2007. Alumni juga menyorot keputusan Din mundur dari jabatan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban, serta perbedaan sikapnya dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Pilpres 2019.

3. Din Dianggap Tak Segan Menyerang Pemerintah

Gerakan Anti Radikalisme - Alumni Institut Teknologi Bandung pun menilai Din secara konsisten selalu mengambil sikap konfrontatif terhadap pemerintah. Mereka melihat Din justru berharap terjadi konflik dengan pemerintah, tak segan selalu menyerang pemerintahan Jokowi dengan tuduhan-tuduhan negatif yang dianggap tak cukup memiliki validitas.

Din juga dianggap memiliki tendensi untuk mudah melontarkan pernyataan agitatif kepada masyarakat yang berpotensi menimbulkan konflik, cenderung berkarakter radikal, dan ditengarai memiliki antipati tertentu terhadap figur Presiden Jokowi.
muhamad.hanif.2
muhamad.hanif.2 memberi reputasi
1
1.1K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan