Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Longgarnya batasan etik DPR

Selangkah lagi Setya Novanto kembali bertahtak sebagai Ketua DPR
Jalan Setya Novanto untuk kembali duduk sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, tampak mulus. Tahta Ketua DPR yang saat ini diduduki Ade Komarudin, ibarat kursi lipat "milik" partai Golkar yang bisa diduduki siapa saja, sesuai keinginan pimpinan Partai Beringin.

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Senin, Sore (21/11/2016), memutuskan untuk mengembalikan Setya Novanto sebagai Ketua DPR. Keputusan diambil dalam waktu yang sangat singkat, dalam rapat pleno yang dipimpin Ketua Harian DPP Partai Golkar, Nurdin Halid.

Hadir sejumlah Ketua DPP, dan Sekjen Golkar Idrus Marham. Tak satu pun peserta rapat yang menyoal keputusan tersebut. Sebab skenario mengembalikan Setya pada tahta pimpinan DPR sudah selesai dibahas DPP Golkar pada rapat dua pekan sebelumnya.

Setya Novanto sebagai Ketua Umum DPP Golkar tidak hadir dalam rapat tersebut. Karenanya, kepada wartawan yang menemuinya, Setya mengaku tidak tahu menahu soal keputusan DPP Golkar tersebut.

Yang pasti, surat keputusan DPP itu hari ini, Selasa (22/11/2016) sudah dikirimkan ke Ketua Fraksi Golkar di DPR yang tak lain adalah Setya Novanto. Tugas Ketua Fraksi selanjutnya adalah menyampaikan surat tersebut ke Pimpinan DPR, untuk selanjutnya diputuskan dalam sidang paripurna DPR.

Kuat dugaan Ade Komarudin (Akom) yang juga loyalis Setya Novanto, akan dengan sukarela menyerahkan kursi Ketua DPR kepada bosnya di partai Golkar. Sedang Akom, diramalkan akan kembali ke posisi lamanya sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR.

Kisah tukar posisi ketua DPR dengan Ketua Fraksi Golkar ini, menjadi drama politik paling epic di DPR sepanjang sejarah. Cerita drama ini sebenarnya tidak menarik karena jalan cerita sudah bisa diduga sebelumnya. Namun tetap menjadi catatan penting dalam konstelasi politik yang terang benderang mengabaikan etik dan nilai.

Setya menyatakan mundur sebagai Ketua DPR pada 16 Desember 2015. Ketika itu Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tengah menyidangkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Setya, atas pertemuannya dengan CEO PT Freeport Indonesia (FI).

Sidang dugaan pelanggaran etik tersebut terjadi atas laporan Sudirman Said, Menteri ESDM ketika itu. Ia membawa bukti rekaman pertemuan Setya dengan Ma'ruf Sjasoeddin, yang antara lain membuktikan adanya pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, untuk meminta saham PT FI.

Sidang MKD yang dikenal dengan sebutan kasus "papa minta saham" tersebut akhirnya memutuskan Setya melakukan pelanggaran etik kategori menengah. Namun MKD tidak menjatuhkan hukuman, kepada Setya, karena yang bersangkutan sudah mundur dari jabatan Ketua DPR sebelum sidang MKD berakhir.

DPP Golkar selanjutnya menugaskan Akom sebagai Ketua DPR, sedang Setya menggantikan posisi Akom sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR. Dalam perjalanannya Setya melakukan uji materi terhadap UU ITE, menyangkut bukti rekaman percakapan Setya yang dianggap tidak sah, karena dilakukan tanpa sepengetahuan dirinya.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Setya. Dengan bukti keputusan MK tersebut, DPP Golkar meminta MKD memulihkan martabat Setya Novanto.

Melalui sidang tertutup 28 September, MKD menyetujui permintaan Golkar. Nama baik Seya Novanto dipulihkan. Nah karena status pelanggaran etik sudah dicabut oleh MKD, Golkar menilai Setya harus dipulihkan juga jabatannya sebagai Ketua DPR. Itulah yang menjadi dasar surat DPP Golkar kepada Ketua Fraksi Golkar di DPR.

Bila permintaan Golkar ini disetujui oleh Sidang Paripurna DPR, maka Setya Novanto akan bertahta kembali sebagai Ketua DPR. Sepertinya secara prosedural memang tak ada yang salah dalam proses ini.

Namun bila dicermati lebih dalam, sesungguhnya DPR tengah menunjukkan kepada masyarakat bahwa para wakil rakyat tersebut sedang asyik dengan dirinya sendiri. Mereka seperti tidak bisa membedakan norma hukum dengan norma etik. Nadir dalam perpolitikan kita.

Keputusan MK adalah norma hukum. Setya bisa menggunakan keputusan MK tersebut untuk berkelit dari kemungkinan jerat pidana atas kasus papa minta saham.

Sebagaimana diketahui, Kejaksaan Agung memang pernah memeriksa Setya dalam kasus ini, dengan dugaan tindak pidana permufakatan jahat. Namun pemeriksaan tidak berlanjut.

Ketika Setya dan Golkar menggunakan keputusan MK untuk rehabilitasi keputusan sidang etik dan mengembalikan jabatan, tentu saja berlebihan dan tidak pada tempatnya.

Keputusan MK, bukanlah keputusan yang bisa berlaku surut. Artinya keputusan tersebut tidak bisa digunakan untuk peristiwa hukum yang terjadi sebelum keputusan terjadi. Apalagi untuk menganulir keputusan sidang etik, tentu jauh panggang dari api.

Pelanggaran etik yang dilakukan Setya yang sesungguhnya, bukanlah karena suaranya ada dalam rekaman yang dinilai tidak sah oleh MK. Tapi karena, pertama sebagai Ketua DPR ia ngasong, menemui CEO PT FI. Kedua, menawarkan jasa perpanjangan kontrak, dan ketiga meminta imbalan saham.

Dua hal pertama jelas bukan tupoksi dari legislator, apalagi pimpinan DPR. Sedang hal yang ketiga bukan saja melanggar etik, tapi juga aib.

Masalah yang lebih serius adalah, bila keputusan MK bisa dijadikan dasar menganulir keputusan pelanggaran etik, maka ke depan bila Setya atau anggota DPR yang lain melakukan hal serupa, tidak bisa dikatakan melanggar etik.

Ringkasnya, makna terpenting dari persoalan ini adalah, bila anggota parlemen ngasong menawarkan jasa pengurusan perikatan bisnis, antara swasta dengan pemerintah bukanlah pelanggaran etik.

Bila sudah begitu, bisa dibayangkan betapa longgar batasan etik yang diterapkan untuk anggota DPR. Selanjutnya jangan disalahkan bila ke depan praktik asongan anggota legislatif akan semakin terang-terangan.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...tasan-etik-dpr

---

Baca juga dari kategori EDITORIAL :

- Ada rencana makar di balik demo 2 Desember

- Plt Gubernur Jakarta Soni Sumarsono: Pejabat-pejabat dinas akan saya ganti

- Pengakuan Ahok

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
8.1K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan