- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Bela Negara = Wajib Militer
TS
mister.clone
Bela Negara = Wajib Militer
Quote:
http://www.beritametro.co.id/nasiona...us-bela-negara
JAKARTA (BM) – Anda WNI berusia di bawah 50 tahun? Bersiaplah mengikuti pelatihan ala militer (fisik dan psikis) lewat program bela negara. Ya, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang dipimpin Ryamizard Ryacudu berencana membentuk kader bela negara. Jumlah kader 100 juta orang dalam 10 tahun.
Kemenhan membantah program ini merupakan bentuk lain dari wajib militer seperti yang diaplikasikan Singapura, Korea Selatan atau Amerika Serikat.
"Bela negara bukan wajib militer. Hak dan kewajiban yang perlu disiapkan. Bela negara salah satu bentuk disiplin pribadi yang akan membentuk disiplin kelompok, seterusnya disiplin nasional. Tembak menembak itu nomor dua ratus. Hanya organisasi atau bangsa disiplin yang akan menjadi besar," kata Ryamizard dalam jumpa pers di kantornya Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (12/10).
"Ini hak dan kewajiban. UUD pasal 27. Hak dituntut, kewajiban dilaksanakan juga. Demo boleh, tapi negara minta warganya bela negara. Kita lahir dan besar di sini. Hidup bersama, besar bersama."
Menhan menyampaikan bahwa program bela negara wajib dilakukan bagi warga yang berusia 50 tahun ke bawah. Kewajiban ini diamanatkan oleh UU.
"Ini menumbuhkembangkan cinta tanah air, rela berkorban, berupa latihan fisik dan psikis. Batasan umur 50 ke bawah, ini never ending process, sejak PAUD hingga perguruan tinggi," urainya.
Menurut Ryamizard, semua yang berusia 50 tahun ke bawah wajib ikut. Apapun profesinya mulai dari dosen sampai rektor. Tapi memang intensitas beratnya latihan disesuaikan.
Program bela negara, katanya, bukan karena ada ancaman dari negara tetangga tetapi karena sesuai dengan prinsip rakyat semesta.
"Kita bukan negara agresor, cinta damai. Kalau disinggung kalau perlu perang. Kalau perang, seluruhnya mempertahankan negara ini, itu namanya perang rakyat semesta. Kalau tidak ada bela negara, semestanya sulit," imbuhnya. "Saya sudah koordinasi dengan Menag dan Dikbud, supaya moral dan budi pekerti sudah ditanamkan."
Bila masyarakat tidak ikut serta dalam bela negara, lanjut Ryamizard, dia mempersilakan untuk angkat kaki dari Indonesia. Bela negara nantinya juga akan masuk di kurikulum mulai TK hingga perguruan tinggi.
"Kalau tak suka bela negara di sini, tidak cinta tanah air, ya angkat kaki saja dari sini. Kita bangkit dan hancur harus bersama. Dan akan ada kurikulum untuk bela negara, mulai TK hingga perguruan tinggi," tandasnya.
Mantan Panglima TNI, Jenderal (Pur) Moeldoko menyatakan kewajiban bela negara yang akan diimplementasikan pemerintah sudah tepat.
“Sistem pertahanan negara itu ada tiga lapis. Komponen utama TNI, kedua ialah komponen cadangan, ketiga komponen pendukung. Untuk kesiapan komponen cadangan dan pendukung, dibutuhkan upaya memberikan kesadaran bela negara kepada seluruh rakyat Indonesia,” kata Moeldoko usai menghadiri acara seminar di Gedung DPR RI, Senayan.
Sepengetahuan Moeldoko, dalam rencana strategis komponen cadangan disebut tiap kabupaten nantinya memiliki satu batalion. “(Satu batalion) kurang lebih berisi 750-an orang. Tapi soal target terkait upaya peningkatan kesadaran bela negara, bisa berapa saja jumlahnya,” katanya.
Komponen cadangan yang dimaksud Moeldoko yakni pasukan cadangan yang terdiri dari warga negara yang menggabungkan peran militer dengan sipil. Sistem pertahanan macam ini dianut oleh sebagian negara. “Menurut saya semua warga harus mengikuti (bela negara),” ujarnya.
Bela negara, kata Moeldoko, bukan soal memegang senjata, tapi soal rasa memiliki negara. “Ini soal jiwa. Bagaimana disiplin dan tanggung jawab diberikan kepada anak-anak sejak awal,” katanya.
Program ini, tuturnya, muncul dari keprihatinan nasional bahwa saat ini ada sesuatu yang hilang dan perlu dibenahi, yakni soal nilai kegotongroyongan, kejujuran, dan saling menghormati.
Sebagai 'pemanasan' program, Presiden Jokowi rencananya akan membuka pembinaan kader bela negara pada 19 Oktober. Selain membuka, Jokowi nantinya juga akan melantik para kader tersebut.
"Selain membuka, presiden juga sekalian melantik kader-kader bela negara yang berjumlah 4.500 orang dari 45 kabupaten dan kota di Indonesia," tambah Ryamizard.
Dari 45 kabupaten/kota di Indonesia, masing-masing diwajibkan mengirimkan 100 orang. 100 orang tersebut nantinya akan berasal dari beragam profesi. "Ada orang kantoran, PNS, tokoh masyarakat," lanjutnya.
Butuh Biaya Besar
Namun kritikan datang dari anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, Tubagus Hasanuddin. Menurutnya, rencana ini sulit dipahami. "Rasanya sulit dimengerti," kata Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya.
Mayjen TNI (Pur) ini melihat target jumlah 100 juta orang itu kelewat fantastis. Padahal sarana Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) TNI sangat terbatas, hanya mampu menampung 600 orang saja.
"Kalau targetnya 100 juta orang dalam 10 tahun maka targetnya 10 juta orang per tahun atau 833.000 orang per bulan. Jumlah ini sangat fantastis," sorotnya.
Dasar hukum bela negara juga dinilainya masih belum ada. Indonesia belum punya UU Bela Negara, padahal UUD 1945 Pasal 30 ayat 1 sudah mewajibkan bela negara dan pada ayat 5 diamanatkan agar bela negara diatur dalam Undang-undang.
"Menurut UU No 3/2002 tentang Pertahanan Negara Pasal 9 Ayat 3 juga disebutkan, ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan UU. Jadi sampai sekarang kita belum memiliki UU Bela Negara," kata Hasanuddin.
Tanpa UU, Keppres, atau Perpres, akan sulit mewujudkan kebijakan bela negara itu. Poin selanjutnya, Hasanuddin menyoroti soal anggaran. DPR dan pemerintah belum mendiskusikannya secara rinci untuk anggaran itu.
Padahal pelatihan 100 juta orang butuh biaya. Untuk pelatihan 50 juta orang saja, bila biaya pelatihan katakanlah sebesar Rp 10 juta, maka butuh duit Rp 500 triliun. Sementara itu, anggaran untuk Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista) juga malah dikurangi.
"Menurut hemat saya, perlu kita diskusikan ulang, ketika uang negara semakin terbatas kita harus lebih jeli menentukan prioritas mana yang paling utama demi kepentingan bangsa dan negara," tandas Hasanuddin.
Sebaliknya, anggota Komisi I DPR dari Partai Nasdem memberikan dukungannya. "Ini ide segar harus ditangkap, jangan dibunuh idenya," kata Ketua Kelompok Fraksi Nasdem Komisi I DPR, Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra.
Menurutnya, ide itu bagus untuk menanggulangi degradasi moral. Indonesia butuh nilai yang menguatkan rakyatnya, mencakup nasionalisme.
"Karena terjadi degradasi moral, bagaimana presiden menjadi bulan-bulanan, ini karena nasionalismenya tidak ada. Di Amerika Serikat mereka memanggil Mister President, tapi di Indonesia manggilnya Jokowi (bukan Pak Jokowi)," ujarnya.
Meski demikian, rencana bela negara ini diakuinya tanpa latar belakang alasan ancaman yang mendesak. Tak apa, karena persiapan perlu dilakukan. Sebagaimana, katanya, Singapura yang tanpa ancaman namun mempunyai wajib militer.
Memang, landasan hukum untuk bela negara belum kuat. Sampai sekarang landasannya masih UUD 1945, UU Pertahanan dan UU TNI. Memang perlu ada landasan hukum yakni UU Bela Negara.
Untuk itu, dia akan berbicara di Komisi I agar mengundang menhan membicarakan bela negara ini. "Besok akan kita bicarakan di internal Komisi I untuk mengundang Menhan.
Soal sumber dana, tentu perlu anggaran yang besar. Ini juga perlu dibahas. "Sementara anggaran TNI saja dipotong. Tapi paling tidak, bela negara sekarang ini bisa menjadi pilot project," katanya.
Sementara Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar menyatakan pemerintah tidak perlu mengatur cara WNI dalam hal bela negara. Menurutnya konsep bela negara dengan cara pendidikan militer merupakan pandangan sempit.
"Ini cara pandang gaya lama. Tidak kontekstual. Hanya didasari pada pandangan nasionalisme sempit saja," kata Haris.
Dia menjelaskan bela negara telah dilakukan WNI dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan warga. Adanya wacana penerapan bela negara justru menyebabkan pemborosan anggaran. Menurutnya, anggaran tersebut lebih baik digunakan untuk penataan institusi negara.
"Ketahuan bahwa mereka (pemerintah) nggak mengikuti perkembangan ekspresi bela negara yang ada selama ini. Itu watak dominasi dan pemborosan. Kan budgetnya bisa dipakai untuk kesejahteraan dan penataan institusi negara," ujarnya.
Haris menjelaskan penerapan bela negara juga membuat kesan masyarakat yang menjadi masalah. Pandangan seperti itu, menurutnya, akan membuat negara semakin mundur. "Kebijakan ini seolah-olah negara di dalam dirinya tidak ada masalah dan melihat masyarakat lah masalah. Ini kemunduran," kata Haris.(dns/cnn/rdl)
0
10.2K
Kutip
102
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan